Kerajaan Sisingamangaraja Di Indonesia – Sisingamangaraja XII dengan nama komplit Patuan Bosar Ompu Pulo Batu Sinambela (18 Februari 1845 – 17 Juni 1907) merupakan seorang raja di negeri Toba, Sumatra Utara, pejuang yang berperang melawan Belanda, kemudian diangkat oleh pemerintah Indonesia sebagai Pahlawan Nasional Indonesia semenjak tanggal 9 November 1961 menurut SK Presiden RI No 590/1961. Sebelumnya dia dimakamkan di Tarutung Tapanuli Utara, lalu dipindahkan ke Soposurung, Balige pada tahun 1953.
Sisingamangaraja XII nama kecilnya merupakan Patuan Bosar Sinambela, yang kemudian digelari dengan Ompu Pulo Batu. Dia juga diketahui dengan Patuan Sejarah Kota Semarang, naik takhta pada tahun 1876 menggantikan ayahnya Sisingamangaraja XI yang bernama Ompu Raja Sohahuaon Sinambela, kecuali itu dia juga disebut juga sebagai raja imam. Penobatan Sisingamangaraja XII sebagai maharaja di negeri Toba beriringan dengan diawalinya open door policy (politik pintu terbuka) Belanda dalam mengamankan modal asing yang beroperasi di Hindia Belanda, dan yang tak berkeinginan menandatangani Korte Verklaring (perjanjian pendek) di Sumatra secara khusus Kesultanan Aceh dan Toba, di mana kerajaan ini membuka relasi dagang dengan negara-negara Eropa lainya.
Di sisi lain Belanda sendiri berupaya untuk menanamkan monopolinya atas kerajaan hal yang demikian. Politik yang berbeda ini menunjang kondisi berikutnya untuk melahirkan Perang Tapanuli yang berkepanjangan sampai puluhan tahun. Patuan Besar Ompu Pulo Batu atau yang lebih diketahui Sisingamangaradja XII merupakan raja serta pendeta terakhir masyarakat Batak di Sumatera Utara. Dia ikut menjadi pejuang melawan penjajahan Belanda di Sumatera semenjak 1878. Pada 1907, dia terbunuh dalam pertempuran oleh pasukan Belanda. Dia malah dinobatkan sebagai Pahlawan Nasional Indonesia pada 1962 berkat konfrontasinya kepada kolonialisme Belanda.
Kerajaan Sisingamangaraja Di Indonesia
Menyusuri dan membongkar sejarah asal mula Batak, perlu merunut bagaimana jejak peradabannya diawali. Sekira 3.000 tahun lalu, peradaban Batak diawali melewati progres perjalanan sejarah yang panjang sebagai ras suku Proto Melayu (Melayu Tua). Suku ini tenar memiliki adat istiadat, kebiasaannya bermain Slot Gacor, filosofi hidup dan kepercayaan yang tinggi.
Sepanjang sejarah Suku Batak Kuno (Toba Tua) di Sumatera, pernah terdapat tiga dinasti kerajaan yang menyatukan bermacam-macam kategori suku yang memiliki keterkaitan dengan sebagian suku dari India Selatan, pedalaman Myanmar (Burma) – Thailand dan Tibet, yang sebelumnya sudah mendiami kepulauan dan Pulau Sumatera semenjak abad sebelum masehi (+ 1.500 SM). Pemimpin di antara pemimpin (Primus Interpares) suku menyusun dinasti yang menaungi kategori klan, kerajaan-kerajaan suku di Tanah Batak (hingga dengan Aceh) dan berikutnya Raja-raja Marga-marga dan Kawasan Huta.
Ketiga dinasti itu merupakan pertama dinasti Sori Mangaraja yang dipimpin oleh raja turun temurun dengan gelar Sori Mangaraja yang ialah adapatasi bahasa dari gelar Sri Maharaja. Dinasti ini berdiri hampir kurang 300-500 tahun semenjak abad ke-7 sampai abad ke-12 M. Sentra pemerintahan Situs Slot Gacor Hari Ini dan ibu kotanya berlokasi di Lobu Tua, Barus dan Pansur yang diwujudkan kota pelabuhan dan sentra perdagangan. Akhir masa dinasti ini terjadi dampak serangan oleh kerajaan Chola yang berasal dari India dengan kerajaan Sriwijaya termasuk tempat kekuasaannya.
Dinasti kedua merupakan dinasti Hatorusan. Dinasti ini berupaya membangun kembali tatanan kota, kebiasaan dan kejayaan dinasti Sori Mangaraja. Dinasti Hatorusan dipimpin oleh raja yang bergelar Raja Hatorusan, raja pertamanya Uti Mutiaraja yang berasal dari keturunan Guru Tatea Bulan, Pusak Buhit. Kawasan kekuasaanya berada di Barus hinggal perbatasan kawasan Aceh. Pada permulaan abad ke-15, tampuk kekuasaannya diserahkan ke dinasti Sisingamangaraja dari Negeri Bakkara yang diketahui dengan kerajaan Bakkara yang kini bernama Balige.